HAPUS OUTSOURCHING, MUNGKINKAH?

Isu ekonomi Indonesia dikawal dengan ketat oleh IMF, sebagai lembaga pengucur bantuan pemulihan ekonomi. Dalam kondisi krisis, IMF mengajukan resep neoliberal dalam mengatasi krisis ekonomi. Tidak terkecuali dalam bidang perburuhan. Menurut IMF, kondisi pengangguran yang tinggi, pertumbuhan ekonomi yang rendah, perlu diatasi dengan membantu dunia usaha. Bantuan ini dapat dilakukan pemerintah dengan memberikan insentif bagi dunia usaha agar lebih cepat bangkit menggerakkan perekonomian. Insentif ini dapat berupa dua hal. Pertama, memberi potongan pajak bagi dunia usaha. Kedua, menerapkan sistem pasar kerja yang fleksibel. Dalam sistem ini, dunia usaha tidak boleh diikat oleh aturan ketenagakerjaan yang kaku, terutama dalam soal perekrutan dan pemberhentian buruh. Dunia usaha mesti diberi kelonggaran dalam aturan merekrut dan memberhentikan buruh.


Fleksibilitas dalam merekrut dan memberhentikan pekerja ini dianggap pengusaha sebagai syarat utama bagi tetap bertahannya usaha. Dengan fleksibilitas tersebut, pengusaha dapat menyesuaikan jumlah pekerja sesuai dengan kondisi pasar. Jika permintaan produksi meningkat, maka pengusaha akan merrekrut tenagakerja baru. Namun jika pasar sedang lesu dan permintaan melemah, maka untuk memangkas ongkos produksi, pengusaha harus diperbolehkan memberhentikan sejumlah pekerjanya. Fleksibilitas ini dapat dicapai dengan penerapan sistem Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan outsourcing. Permintaan pengadopsian pasar kerja fleksibel ini bahkan dengan konkret tertuang dalam Letter of Intent (LoI) IMF pada tanggal 18 Maret 2003. Inilah latar belakang pemerintah bersikeras mengadopsi sistem tersebut. Ditambah sampai saat ini sejak kemerdekaan Indonesia, belum ada komoditi politik, yaitu partai buruh yang kuat dan dapat mempengaruhi kebijakan dalam ketenagakerjaan.


Sampai saat ini pasca putusan Mahkamah Konstitusi, tidak ada dasar hukum yang jelas tentang penghapusan outsourcing yang ada adalah negosisasi hukum lebih tepatnya outsourcing akan tetap ada selama sumber utama hukum ketenagakerjaan, UU ketenagakerjaan 2003 tidak direvisi. Meskipun sebagian pakar berpendapat outsourcing itu perlu untuk kesehatan dunia usaha, fakta di lapangan buruh outsourcing selalu dirugikan. Penegakan Hukum yang jelas terhadap tindakan ini pun tidak selalu adil, Pemerintah seolah membiarkan, Kemenakertrans seolah lari dari tanggungjawab, dengan kata lain mereka hanya membuat peraturan ini itu tentang outsourcing, tanpa jelas prosedur pengaduan, tindakan hukum terhadap perusahaan dan sebagainya. Sudah sepatutnya Pemerintah Negara melindungi hak setiap warga negaranya. Saatnya buruh bersatu membentuk kekuatan penuh, agar eksistensinya tetap ada demi terwujudnya keadilan dan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.
Share on Google Plus

About Saifudien Djazuli

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment

0 komentar:

Posting Komentar