Setelah isu Pilkada Langsung dan Tidak Langsung pasca pemilu presiden. Kebijakan Pilkada mengarah kepada Pilkada
Serentak. Alasan utama dilakukannya Pilkada serentak adalah untuk mengurangi
aktivitas politik di masyarakat dan efisiensi anggaran. Meskipun konflik pada
saat pilkada dinilai cukup kecil, akan tetapi konflik dapat menyebabkan
dinamika masyarakat terganggu, khususnya masalah perekonomian yang disebabkan
oleh kebijakan pemerintah yang tidak menentu saat terjadi konflik.
Pemilihan pemimpin daerah secara
langsung (pilkada) ini merupakan konswensi era otonomi daerah (otda), meski di
satu sisi masih terdapat kewenangan pemerintah pusat. Pertanyaannya, apakah
daerah perlu pilkada serentak? Apakah daerah dapat memilih pemimpinnya dengan
mekanisme, termasuk jadwal pilkadanya secara mandiri? Jawabannya sederhana, hal
ini tidak memungkinkan saat ini, karena dana pemilihan masih tersentralisasi di
KPU Pusat. Oleh karena itu, untuk memudahkan kerja KPU pusat maka perlu
diserentakkan. Ketika serentak dan muncul sengketa pilkada maka konskwensi mahkamah konstitusi harus berkerja keras
dan kalau benar masalah sengketa pilkada dilimpahkan ke Pengadilan Negeri
setempat akan lebih baik, tapi mungkin imbas konfliknya akan semakin tinggi di
daerah.
Ya seolah pilkada selalu menuai konflik,
setidaknya ketidakpuasan kekalahan dalam pilkada, apalagi ketika mahar politik yang dikeluarkan seorang
calon Bupati atau Walikota semakin hari semakin naik, ibarat investasi
property, property politik. Pilkada serentak mungkin adalah salah satu solusi
konflik politik negeri ini. Pilkada serentak mungkin saja tidak diperlukan
ketika pendidikan politik di masyarakat berjalan dengan baik, dimana masyarakat
benar-benar memilih pemimpin daerahnya sendiri, bukan memanipulasi dan
merekayasa pilihannya atau terpaksa memilih karena tidak adanya pemimpin daerah
yang lebih baik. Apakah benar Pilkada adalah wujud dari budaya bangsa kita
dalam mengaplikasikan Musyawarah Mufakat?
0 komentar:
Posting Komentar