Sepertinya buruh tidak dapat
berpaling ke pihak lain, kecuali kepada dirinya sendiri. Mereka perlu
meningkatkan posisi tawar ketika berhadap-hadapan baik dengan pengusaha maupun
penguasa. Untuk melaksanakan itu, tidak bisa dihindari buruh memerlukan
organisasi diri yang kuat. Tanpa organisasi buruh yang kuat, buruh tidak akan
bisa menekan pemilik modal dalam memperjuangkan kepentingan mereka.
Tantangannya kini ada dipihak buruh, apakah mereka mampu bertahan dari berbagai
tekanan yang biasanya diberikan oleh perusahaan pada pekerja.
Ada banyak contoh
yang menunjukkan kuatnya tekanan perusahan terhadap organisasi buruh. Salah
satu yang mencuat adalah kasus organisasi buruh di Carefour Indonesia. Serikat
Pekerja Carefour Indonesia (KASBI) diberangus, anggota dan pengurusnya dikenai
sanksi skorsing sampai Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Sayangnya, pemerintah
ketika itu tidak memberi perlindungan pekerja maupun KASBI. Tanpa adanya
organisasi atau serikat pekerja tentu akan semakin merugikan buruh, mereka tak
lagi memiliki pelindung ketika hak mereka terampas dan tak ada yang
memperjuangkan kepentingan buruh lagi.
Partai Buruh bisa menjadi harapan
bagi akses untuk memperjuangkan aspirasi buruh. Namun, sayangnya partai buruh
di Indonesia gagal menyatukan buruh. Dilihat dari sejarahnya saja tak pernah
ada partai yang mengatakan memperjuangkan kepentingan buruh, bisa menjadi
partai besar. bahkan untuk lolos electoral treshold (ET) saja tidak mampu. Pada
Pemilihan Umum (Pemilu) 1999, ada partai yang memakai nama Partai Buruh
Nasional, dengan nomor urut 37. Kemudian pada Pemilu 2004 berganti nama menjadi
Partai Buruh Sosial Demokrat (PBSD) dengan nomor urut 2 dan gagal memenuhi
perolehan suara minimal serta tidak mendapatkan satupun kursi di DPR RI.
Tetapi, dengan adanya gugatan dari 4 partai gurem pada Pemilu 2004 kepada MK,
akhinya 4 partai politik kecil bisa disahkan menjadi partai peserta Pemilu
2009, salah satunya ialah Partai Buruh dengan nomor urut 44. Sayangnya seperti
dua Pemilu sebelumnya, Partai Buruh gagal memperoleh angka yang signifikan agar
mereka bisa memiliki wakil di DPR RI. Ketiadaan wakil buruh di parlemen makin
memperlemah posisi mereka ketika harus berhadapan dengan pemilik kapital dan
pemilik kuasa (pemerintah).
Dengan fenomena di atas, 3 kali
pemilihan umum dan buruh tidak dapat berbuat apa-apa dalam kancah perpolitikan Indonesia.
Hal ini menunjukkan Buruh Indonesia tidak sepaham, belum sepaham, atau banyak
kepentingan. Padahal kalau kita melihat aksi demonstrasi buruh, khususnya dalam
memperingati may day (1 Mei) mereka menuntut hak yang sama antara organisasi buruh
satu dengan yang lainnya. Tapi entah kenapa ketika terbentuk sebuah partai,
buruh tidak bersatu “buruh bersatu tidak bisa dikalahkan” entah kapan buruh
dapat bersatu melihat perpolitikan buruh yang begitu rumit.
Jika
buruh berpikir sederhana, penyatuan organisasi buruh akan lebih mudah. Mari kita
buruh membuat partai, tujuannya duduk di DPR RI, kita rubah UU Ketenagakerjaan,
kita tempatkan Buruh Kita Sebagai Menteri Ketenagakerjaan. SELESAI. Entah apa yang
buruh Indonesia pikirkan saat ini, apakah hanya aksi & demonstrasi saja
yang dapat diusahakan, padahal sebagian besar pengusaha dan pemerintah acuh,
cuek yang penting pertumbuhan ekonomi meningkat, buruhnya makan tidak makan,
punya tempat tinggal atau tidak, peningkatan karir kemampuan mungkin tidak
penting bagi mereka. Sudah saatnya seluruh buruh Indonesia bersatu tinggalkan
semua bendera organisasi buruh, cukup satu bendera MERAH PUTIH (berani, jujur,
bersih), kalau tidak bisa dilakukan entah system apa lagi yang akan menimpa
buruh. SELAMA BURUH TIDAK PUNYA KEKUATAN DI SISTEM NEGARA, SELAMA ITU PULA TUNTUTAN
BURUH TIDAK AKAN TERPENUHI. WAKTUNYA BURUH BERKOALISI SEKARANG!!!
0 komentar:
Posting Komentar