Di Indonesia pembangunan pariwisata pada zaman kemerdekaan mulai dirintis dengan
dibentuknya Bagian Hotel Negara dan turisme (HONET) dalam lingkungan Kemenmtrian
Perhubungan di tahun 1947, namun baru pada tahun 1983 sektor pariwisata betul-betul
digalakkan dan diproyeksikan menjadi sektor andalan dalam menghasilkan devisa. Hal ini
terutama disebabkan semakin merosotnya harga minyak dunia yang selama ini menjadi andalan
perolehan devisa Indonesia, sementara komoditi tradisional lainnya sangat fluktuatif sehingga
tidak dapat diandalkan.
Seperti dikatakakn oleh Heru Nugroho (2001;67) berkaitan dengan industri pariwisata
bahwa pertama pariwisata identik dengan kehidupan modern, dan dalam kondisi resesi ekonomi
dunia yang berkepanjangan sektor ini telah mampu bertahan dengan pertumbuhan yang relative
tinggi. Untuk kasus Indonesia, sektor pariwisata telah mampu tumbuh dalam angka belasan
persen secara konsisten selama dua decade terakhir. Kedua meskipun kegiatan industri
pariwisata masih berkonsentrasi di kawasan-kawasan tertentu, namun secara lambat ataupun
cepat kegiatannya cenderung mulai menyebar ke berbagai wilayah penjuru dunia, terutama
Negara-negara berkembang. Ketiga pertumbuhan dan perkembangan industri pariwisata
merupakan tantangan bagi perkembangan ekonomi, social dan budaya bagi setiap Negara yang memiliki potensi. Maka adalah wajar jika sektor pariwisata dianggap sebagai passport to
development bagi Negara-negara berkembang pada umumnya dan Indonesia secara khusus.
Pariwisata tidak hanya menjadi sumber penghasil devisa, tetapi juga menjadi sumber
kesempatan kerja dan pendapatan masyarakat di Negara penerima pariwisata, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Seperti diketahui bahwa industri pariwisata merupakan mata
rantai kegiatan yang sangat panjang, mulai dari kegiatan biro perjalanan, pengangkutan,
perhotelan, restoran, kegiatan pemandu wisata, kerajinan rakyat, pemeliharaan dan
pengembangan obyek wisata, kesenian daerah, dan seterusnya. Industri ini membutuhkan hasil
pertanian, peternakan, perikanan dan industri kecil lainnya, juga bahan baku untuk bangunan
guna mendukung kegiatannya. Ini berarti bahwa pembangunan pariwisata dapat menggerakkan
sector ekonomi lainnya secara luas.
Didalam pembahasan ini hotel adalah salah satu unsur yang mendukung
terselenggaranya pariwisata. Menurut Spillane (1994 : 30) bahwa ada tiga pemain utama dalam
industri pariwisata 1) mereka yang mencari kepuasan atau kesejahteraan lewat perjalanan mereka
(wisatawan atau tamu) 2) Mereka yang tinggal dan berdomisili dalam masyarakat yang menjadi
alat pariwisata (tuan rumah atau penduduk setempat) 3) Mereka yang mempromosikan dan
menjadi perantaranya (bisnis pariwisata atau perantara). Sementara bisnis pariwisata dibagi
dalam lima bidang yakni : 1) Tour and travel 2) Hotel dan restoran 3) Transportasi 4) Pusat
wisata dan sovenir 5) Bidang pendidikan dan kepariwisataan
Hotel dikenal pada abad 19 yang mana hotel baru ada dan mulanya didirikan di dekat
pelabuhan itupun hanya ada di kota-kota besar seperti Surabaya Jakarta, Semarang. Fungsi hotel
pada waktu itu hanya terbatas untuk melayani tamu-tamu atau penumpang kapal yang baru
datang dari negeri Belanda ataupun Negara Eropa lainnya.
Pada saat itu hotel didirikan untuk melayani orang-orang kulit putih saja, khususnya
orang Belanda. Tetapi setelah berkembangnya jaman dan berkembangnya berbagai kebutuhan
yang memerlukan perjalanan, maka berdirilah hotel-hotel yang merupakan losmen atau
penginapan biasa. Semenjak itulah fungsi hotel mulai dikenal masyarakat dan orang-orang
menggunakan fasilitas itu menempatkan diirnya sesuai kemampuan dan derajatnya masing-
masing. Kemudian dari hal itu kita memngenal adanya istilah penginapan besar (hotel) dan
penginapan kecil (losmen).
Tetapi pada akhir pendudukan belanda hotel-hotel peninggalan Belanda diambil alih
oleh tentara jepang dan dijadikan oleh tentara Jepang sebagai asrama tentara atau bahkan
dijadikan rumah sakit. Sedangkan hotel-hotel yang terbaik dijadikan pemukiman para perwira
dan pembesar Jepang (Kodyat 1996 : 53)
Pada akhir tahun 1960 banyak hotel yang tidak terpelihara dengan baik, hal ini
dikarenakan kebijakan guided tourism yakni jawatan pengendalian harga sehingga harga sewa
hotel sudah ditentukan oleh pemerintah. Sehingga ada hotel yang menerima pemondokan
pegawai negri atau tentara , bahkan banyak hotel yang dijual hanya bertujuan untuk menutupi
ongkos pemeliharaan sehari-hari sehingga tidak jarang dijumpai hotel dengan servis seadanya.
0 komentar:
Posting Komentar